belajar
TEORI BELAJAR SOSIAL ALBERT BANDURA
Konsep motivasi
belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa
perilaku yang memperoleh penguatan (reinforcement) di masa
lalu lebih memiliki kemungkinan diulang dibandingkan dengan perilaku
yang tidak memperoleh penguatan atau perilaku yang terkena hukuman
(punishment). Dalam kenyataannya, daripada membahas konsep motivasi
belajar, penganut teori perilaku lebih memfokuskan pada
seberapa jauh siswa telah belajar untuk
mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil
yang diinginkan (Bandura, 1986 dan Wielkeiwicks, 1995).
Dalam dasawarsa
terakhir, penganut teori konstruktivisme memperlua focus
tradisionalnya pada pembelajaran individual ke dimensi pembelajaran kolaboratif
dan sosial. Konstruktivisme sosial bisa dipandang sebagai perpaduan antara
aspek-aspek dari karya Piaget dengan karya Bruner dan karya Vyangotsky. Istilah
Konstruktivisme komunal dikenalkan oleh Bryn Holmes di tahun 2001. Dalam
model ini, "siswa tidak hanya mengikuti pembelajaran seperti
halnya air mengalir melalui saringan namun membiarkan mereka
membentuk dirinya." Dalam perkembangannya muncullah istilah Teori Belajar
Sosial dari para pakar pendidikan. Pijakan awal teori belajar sosial
adalah bahwa manusia belajar melalui pengamatannya terhadap perilaku orang
lain. Pakar yang paling banyak melakukan riset
teori belajar sosial adalah Albert Bandura dan Bernard Weiner.
Meskipun classical
dan operant conditioning
dalam hal-hal tertentu
masih merupakan tipe penting dari belajar, namun orang
belajar tentang sebagian besar apa yang ia ketahui melalui observasi (pengamatan).
Belajar melalui pengamatan
berbeda dari classical
dan operant conditioning karena
tidak membutuhkan pengalaman
personal langsung dengan
stimuli, penguatan kembali, maupun
hukuman. Belajar melalui
pengamatan secara sederhana melibatkan pengamatan perilaku
orang lain, yang disebut model, dan kemudian meniru perilaku model tersebut.
Baik anak-anak maupun orang
dewasa belajar banyak
hal dari pengamatan
dan imitasi (peniruan) ini. Anak
muda belajar bahasa,
keterampilan sosial, kebiasaan,
ketakutan, dan banyak perilaku
lain dengan mengamati
orang tuanya atau
anak yang lebih
dewasa. Banyak orang belajar
akademik, atletik, dan
keterampilan musik dengan
mengamati dan kemudian menirukan gueunya.
Menurut psikolog Amerika
Serikat kelahiran Kanada
Albert Bandura, pelopor dalam
studi tentang belajar melalui pengamatan, tipe belajar ini memainkan peran yang
penting dalam perkembangan
kepribadian anak.

Teori
belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura, yang mana konsep dari teori ini menekankan pada
komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, orang
belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh model)
Teori
belajar sosial atau disebut juga teori observational
learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan
dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme
lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis
atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai
hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri.
Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu
terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation)
dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya
conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan
berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Dalam pandangan belajar
sosial manusia itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga
tidak dipengaruhi oleh stimulus-stimulus lingkungan. Teori belajar sosial
menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara
kebetulan; lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang
itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh
(Kard, 1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara
selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”.
Inti dari pembelajaran
sosial adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu
langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu. Ada dua jenis pembelajaran
melalui pengamatan, yaitu:
a.
Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami
orang lain. Contohnya: seorang pelajar melihat temannya dipuji dan ditegur oleh
gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain
yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh
dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain.
b.
Pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun model itu tidak
mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat mengamati itu sedang
memperhatikan model itu, mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh
pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila
menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan
oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang
pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur, 1998.a: 4).
Pendekatan
teori sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan
pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).
a.
Conditioning. Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral
pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan
perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan reward (ganjaran/memberi hadiah atau
mengganjar) dan punishment (hukuman/memberi hukuman) untuk senantiasa berpikir
dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu ia perbuat.
b.
Imitation. Proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru
seyogianya memainkan peran penting sebagai seorang model atau tokoh yang
dijadikan contoh berperilaku sosial dan moral bagi siswa. Sebagai contoh,
seorang siswa mengamati gurunya sendiri menerima seorang tamu, lalu menjawab
salam, menjabat tangan, beramah tamah, dan seterusnya yang dilakukan guru
tersebut diserap oleh memori siswa. Semakin piawai dan berwibawa seorang model,
semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral siswa tersebut.
Mengimitasi model merupakan
elemen paling penting dalam hal bagaimana si anak belajar bahasa, berhadapan
dengan agresi, mengembangkan perasaan moral dan belajar perilaku yang sesuai
dengan gendernya. Analisis perilaku terapan (applied behavior analysis)
merupakan kombinasi dari pengkondisian dan modeling, yang dapat membantu
menghilangkan perilaku yang tidak di inginkan dan memotivasi perilaku yang
diinginkan secara sosial. Definisi belajar pada asasnya ialah tahapan perubahan
perilaku siswa yang relatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Proses belajar dapat diartikan
sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang
terjadi dalam diri siswa.
Menurut Bandura, belajar itu
lebih baik dari sekedar perubahan prilaku. Belajar adalah pencapaian
pengetahuan dan perilaku yang didasrai oleh pengetahuan tersebut. Lewat teori
observational leaning, Bandura beranggapan bahwa masalah proses psikologi
terlalu di anggap penting atau sebaliknya hanya ditelaah sebagian saja. Orang
dapat melibatkan diri dalam pikiran simbolik, orang cenderung untuk membimbing
dirinya sendiri dalam belajar, yang penting adalah kemampuan seseorang untuk
mengabstraksikan informasi dan perilaku orang lain.
Prinsip belajar menurut
Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi alami, hal ini berbeda
dengan situasi di laboratorium atau pada lingkungan social yang banyak
memerlukan pengamatan tentang pola perilaku beserta konsekuensinya. Kritik
Bandura terhadap belajar itu sebagai hubungan antar stimulus dan respon adalah:
(a) Kurang menjelaskan tentang diperolehnya respon yang baru. Dalam situasi
alami menurut Bandura, orang akan berbuat lebih banyak daripada sekedar meniru
perilaku yang telah ada. (b) Hanya mengamati direct learning (belajar langsung)
yaitu orang berperilaku sesuatu dan mengalami akibatnya. Sebaliknya bandura
mengatakan bahwa seorang anak dalam hubungan pribadinya dengan orang dewasa,
melalui interaksi anak dan orang tuanya, dengan persaan irinya dan sebagainya
menyebabkan anak meniru perilaku tertentu.
Ciri utama Teori Bandura
adalah metode observasi dan
modeling.Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963) melakukan eksperimen
pada anak-anak yang juga berkenaan dengan peniruan. Hasil eksperimen mereka
mendapati, bahwa peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan terhadap
perilaku model (orang yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak dilakukan
terus menerus. Proses belajar semacam ini disebut “observational learning” atau
pembelajaran melalui pengamatan.
Bandura (1971), kemudian
menyarankan agar teori pembelajaran sosial diperbaiki memandang teori
pembelajaran sosial yang sebelumnya hanya mementingkan perilaku tanpa
mempertimbangan aspek mental seseorang. Menurut Bandura, perlakuan seseorang
adalah hasil interaksi faktor dalam diri (kognitif) dan lingkungan. pandangan
ini menjelaskan, beliau telah mengemukakan teori pembelajaran peniruan, dalam
teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama Walter (1963) terhadap
perlakuan anak-anak apabila mereka menonton orang dewasa memukul, mengetuk dengan
palu besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit dalam video. Setelah menonton
video anak-anak ini diarah bermain di kamar permainan dan terdapat patung
seperti yang ditayangkan dalam video.
Setelah anak-anak tersebut
melihat patung tersebut, mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh orang yang
mereka tonton dalam video. Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara
peniruan yaitu meniru secara langsung. Contohnya guru membuat demostrasi cara
membuat kapal terbang kertas dan pelajar meniru secara langsung. Seterusnya
proses peniruan melalui contoh tingkah laku. Contohnya anak-anak meniru tingkah
laku bersorak dilapangan, jadi tingkah laku bersorak merupakan contoh perilaku
di lapangan.
Keadaan sebaliknya jika
anak-anak bersorak di dalam kelas sewaktu guru mengajar,semestinya guru akan
memarahi dan memberi tahu tingkahlaku yang dilakukan tidak dibenarkan dalam
keadaan tersebut, jadi tingkah laku tersebut menjadi contoh perilaku dalam
situasi tersebut. Proses peniruan yang seterusnya ialah elisitasi. Proses ini
timbul apabila seseorang melihat perubahan pada orang lain. Contohnya seorang
anak-anak melihat temannya melukis bunga dan timbul keinginan dalam diri
anak-anak tersebut untuk melukis bunga. Oleh karena itu, peniruan berlaku
apabila anak-anak tersebut melihat temannya melukis bunga.
Karakteristik yang
ditonjolkan dalam pembelajaran modelling antara lain adalah: (1) Unsur
pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan. (2) Tingkah laku model boleh
dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain-lain. (3) Pelajar meniru
suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model (4)
Pelajar memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang
positif. (5) Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan
tingkah laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang
positif.
Eksperimen Albert Bandura
yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak-anak
meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya. Albert Bandura
seorang tokoh teori belajar sosial ini menyatakan bahwa proses pembelajaran
dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan
permodelan. Beliau menjelaskan lagi bahwa aspek perhatian pelajar terhadap apa
yang disampaikan atau dilakukan oleh guru dan aspek peniruan oleh pelajar akan
dapat memberikan kesan yang optimum kepada pemahaman pelajar.
Aplikasi Belajar Sosial
Albert Bandura
Contoh aplikasi teori
belajar Bandura adalah ketika seorang anak belajar untuk mengendarai sepeda.
Ditahap perhatian, si anak akan tertarik mengamati para pengendara sepeda
dibanding dengan orang yang melakukan aktifitas lain yang dia anggap kurang
menarik. Oleh karena itu, ia akan mengamati bagaimana seseorang mengayuh
sepeda. Selanjutnya pada tahap penyimpanan dalam ingatan si anak akan tersimpan
bahwa bersepeda itu menyenangkan dan suatu saat jika waktunya tepat ia akan
meminta ayahnya untuk mengajarinya mengendarai sepeda. Semuanya itu kemudian
dilaksanakan pada tahap reproduksi di mana si anak kemudian benar-benar belajar
mengendarai sepeda bersama sang ayah. Ketika anak itu sudah berhasil, di
sinilah tugas sang ayah untuk memberi reward sebagai bentuk apresiasi atas
keberhasilan sang anak sekaligus merupakan tahap motivasi.
Proses pembentukan perilaku
dari tidak suka belajar menjadi suka belajar dapat dilakukan melalui banyak
cara, diantaranya adalah dengan modeling. Kalau siapapun yang ada di rumah atau
di ingkungan anak sudah terbiasa belajar sejak kecil maka hal ini akan diobservasi
oleh anak secara terus menerus dalam hidupnya. Kemudian anak ini difasilitasi
dengan banyak media baik yang alami maupun buatan untuk mendorong minat
belajarnya,misalnya berupa buku bacaan, buku tulis dan kelengkapannya, serta
media cetak atau audio visual yang ditata secara menarik di rumah atau kelompok
kelompok belajar yang ada. Orang tua atau guru atau pembimbing berperan ganda,
sebagai model sekaligus sebagai pamong belajar.
Tanpa ada ancaman, hukuman,
ketegangan, ketakutan akan membuat anak nyaman, tenang, untuk belajar dengan
pamongnya. Dominansi kasih sayang, kelembutan, contoh yang nyata, kejujuran,
kesantunan, pujian, penghargaan, senyuman akan sangat mendorong munculnya
perilaku yang diharapkan. Kesinambungan proses seperti ini akan mengkristal
dalam jiwa dan pikir anak sehingga menjadi perilaku yang permanen dalam
hidupnya. Tidak akan mudah lekang oleh waktu dan tuntutan zaman yang semakin
tidak karuan.
Penerapan dalam pelajaran
ekonomi dan akuntansi guru dapat membawa para siswanya ke swalayan, pasar,
toko, koperasi, bursa efek, bank, BMT, salon, dan lain lain yang jelas ke pusat
pusat perdagangan atau ekonomi. Di tempat ini siswa dapat belajar menghitung
laba, menarik minat konsumen untuk membeli barang atau jasa, mengemas barang
sehingga menjadi terjangkau untuk dibeli masyarakat kelas menengah ke bawah,
memberi bonus bagi pelanggan yang tepat waktu membayar cicilan.
Penerapan dalam pelajaran
sejarah guru dapat membawa siswanya misalnya ke Gua Selarong untuk mengamati
lokasi Pangeran Diponegoro bersembunyi dari kejaran Belanda yang menjajah
Indonesia. Selain itu, mengamati tandu yang digunakan untuk mengusung Jendral
Besar Sudirman saat bergerilya dalam kondisi sakit paru paru. Sambil mengamati
objek objek belajar tersebut guru dapat memberikan informasi yang pas untuk
menumbuhkan rasa patriotisme atau memberi informasi penting tentang sejarah
Indonesia yang harus dikuasai oleh siswa.
Dengan metode observasi dan
modeling yang menjadi ciri utama Teori Bandura siswa dapat belajar sambil
menikmati indahnya alam sekitar ciptaan Yang Maha Pencipta, siswa dapat
menghirup segarnya udara di luar kelas dengan sepuas puasnya. Siswa dapat
mengembalikan kebugaran fisiknya dengan mengamati banyak objek alami dan
fenomena fenomena baru dibawah bimbingan gurunya. Siswa dapat berdiskusi dan
adu argumentasi setelah menemukan banyak data di lapangan yang dituliskan dalam
tabel pengamatan. Siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan baru (inquiry)
setelah mengamati dan berdiskusi serta tambahan informasi dari teman dan
gurunya. Mereka tidak akan merasakan lelah atau terlalu lama belajar langsung
di alam atau mengamati langsung objek belajar yang asli atau alami. Sekaligus
guru dapat memberi penilaian yang sebenarnya dari kemampuan para siswanya setelah
melihat, mendengar, mendiskusikan masalah, mengumpulkan data dan menarik
kesimpulan bersama seluruh siswanya. Kondisi siswa yang seperti ini penting
untuk dapat mengatasi kejenuhan fisik maupun psikis siswa dalam belajar, karena
di metode belajar ini guru mengaitkan langsung antara materi pelajaran dengan
alam (yang memiliki komponen biotik berupa makhluk hidup dan komponen abiotik
berupa benda mati) atau kehidupan sehari hari.
Memang diperlukan persiapan
dan ketangguhan profesi dari sang guru atau orangf tua baik berupa fisik maupun
psikis dalam menerapkan konsep belajar ini. Hal ini disebabkan karena akan
munculnya banyak kreatifitas dan kenyataan kenyataan baru dari konsep ilmu yang
diperoleh siswa, yang berbeda jauh dengan teori yang ada di buku atau media
belajar cetak maupun elektronik yang lain.
Guru akan menjadi sangat
capek karena harus melayani banyaknya pertanyaan dan temuan temuan siswa yang
mulai tumbuh pola berpikir analitik dan sintetiknya. Kemudian siswa akan terus
memburu untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan ini,disini kemampuan guru
ditantang untuk dapat mengelola setiap permasalahan yang diajukan. Guru dapat
menghantarkan siswa untuk membuka buku buku sumber yang ada pada siswa atau di
perpustakaan, membuka internet, memberi kesempatan diskusi pada kelompok,
sebelum akhirnya kesimpulan yang benar akan diperoleh dibawah bimbingan guru.
Dari contoh contoh di atas
terbukti sudah bahwa dengan aplikasi teori belajar Bandura dapat menciptakan
masyarakat belajar bagi seluruh siswa atau anak, menimbulkan banyak pertanyaan,
membuat siswa atau anak dapat mengadakan refleksi, menemukan sendiri konsep
konsep ilmu, guru dapat mengadakan penilaian yang sesungguhnya dari kemampuan
yang dimiliki setiap siswa atau anak, guru maupun siswa lain dapat menjadi
model belajar anak dan membiasakan berpikir konstruktif bagi siswa atau anak.
Pada akhirnya diharapkan adanya perubahan perilaku anak dari tidak suka belajar
menjadi terbiasa belajar.
Tidak ada komentar
Posting Komentar