Teori
Belajar Revolusi Sosiokultural (Piagetin & Vygotsky). Belajar
merupakan suatu proses yang komplek yang terjadi pada diri setiap orang
sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara
seseorang dengan lingkungannya, baik lingkungan alam maupun sosial budayanya.
Dalam proses belajar bila kita hanya mengandalkan paradigma behavioristik maka
kita akan mencetak orang-orang yang mengagungkan kekerasan dan mengadalkan
keseragaman, tapi tidak menghargai adanya perbedaan. Hal ini terjadi karena
siswa harus mempersiapkan diri memasuki era demokrasi yang sebenarnya adalah
era yang ditandai dengan keragaman perilaku, adanya penghargaan terhadap
saesuatu yang bebeda sehingga perlu adanya perubahan dibidang pendidikan dan
pembelajaran dengan teori belajar sosiokultural.Sosiokultural berasal dari dua
kata yaitu sosio dan kultural, sosio berarti berhubungan dengan masyarakat dan
kultural berarti berhubungan dengan kebudayaan. Jadi, sosiokultural adalah
berkenaan dengan segi sosial dan budaya masyarakat.
Teori Belajar Revolusi
Sosiokultural mengacu kepada teori belajar Piagetin dan teori belajar
Vygotsky. Berikut ini pembahasan tentang kedua teori tersebut.
1. Teori Belajar Piagetin
Menurut Piaget, perkembangan
kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas
mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan syaraf. Kegiatan belajar terjadi
seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang.
Perolehan kecakapan intelektual akan berhubungan dengan proses mencari
keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan ketahui pada satu sisi dengan
apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman dan persoalan.
Untuk memperoleh keseimbangan atau equilibrasi, seseorang harus melakukan
adaptasi dengan lingkungannya. Proses adaptasi terdiri dari asimilasi dan akomodasi.
Melalui asimilasi siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dari luar ke dalam
struktur kognitif yang telah ada dalam dirinya.sedangkan melalui akomodasi
siswa memodifikasi struktur kognitif yang ada dalam dirinya dengan pengetahuan
yang baru.
Teori konflik-sosiokognitif
Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai bidang psikologi dan pendidikan.
Namun bila dicermati ada beberapa aspek dari teori Piaget yang dipandang dapat
menimbulkan implikasi kontraproduktif pada kegiatan pembelajaran jika dilihat dari
perspektif revolusi-sosiokultural saat ini. Dilihat dari asal usul pengetahuan,
Piaget cenderung menganut teori psikogenesis. Artinya, pengetahuan berasal dari
dalam diri individu. Dalam proses belajar, siswa berdiri terpisah dan
berinteraksi dengan lingkungan social. Ia mengkonstruksi pengetahuannya lewat
tindakan yang dilakukannya terhadap lingkungan sosial.
Di samping itu, dalam
kegiatan belajar Piaget lebih mementingkan interaksi antara siswa dengan
kelompoknya. Perkembangan kognitif akan terjadi dalam interaksi antara siswa
dengan kelompok sebayanya dari pada dengan orang-orang yang lebih dewasa.
Pembenaran terhadap teori ini jika diterapkan dalam kegiatan pendidikan dan
pembelajaran akan kurang sesuai dengan perspektif revolusi-sosiokultural yang sedang
diupayakan saat ini.

2. Teori Belajar Vygotsky
Pandangan yang mampu
mengakomodasi teori revolusi-sosiokultural dalam teori belajar dan pembelajaran
dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Ia mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang
harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya, untuk
memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di balik
otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal usul tindakan sadarnya,
dari interaksi social yang dilatari oleh sejarah hidupnya.
Mekanisme teori yang
digunakan untuk menspesifikasi hubungan antara pendekatan sosio-kultural dan
pemfungsian mental didasarkan pada tema mediasi semiotik, yang artinya adalah
tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya
berfungsi sebagai penengah antara rasionalitas dalam pendekatan sosio-kultural
dan manusia sebagai tempat berlangsungnya proses mental.
Menurut Vygotsky, perolehan
pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori
sociogenesis. Dimensi kesadaran social bersifat primer, sedangkan dimensi
individualnya bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat sekunder.
Artinya, pengetahuan dan perkembangn kognitif individu berasal dari
sumber-sumber sosial di luar dirinya. Konsep-konsep penting teori sociogenesis
Vygotsky tentang perkembangan kognitif yang sesuai dengan
revolusi-sosiokultural dalam teori belajar dan pembelajaran adalah:
a. Hukum genetik tentang
perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky, setiap
kemampuan seseorang akan tumuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu
tataran sosial tempat orang-orang memebentuk lingkungan sosialnya, dan tataran
psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan. Pandang teori ini menempatkan
intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif
terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang.
b. Zona perkembangan
proksimal (zone of proximal development)
Menurut Vygotsky,
perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu
tingkat perkembangan aktual dan perkembangan potensial. Tingkat perkembangan
aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau
memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut kemampuan intramental.
Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk
menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan
orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten,
ini disebut kemampuan itermental. Jarak antara keduanya, yaitu tingkat
perkembangan aktual dan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona
perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan
yang belum matang yang masih berada pada proses pematangan. Gagasan Vygotsky
tentang zona perkembangan proksimal ini mendasari perkembangan teori belajar
dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif
anak. Beberapa konsep kunci yang perlu dicatat adalah bahwa perkembangan dan
belajar bersifat interdependen atau saling terkait, perkembangan kemampuan
seseorang bersifat context dependent atau tidak dapat dipisahkan dari konteks
sosial, dan sebagai fundamental dalam belajar adalah partisipasi dalam kegiatan
sosial.
c. Mediasi
Ada dua jenis mediasi, yaitu
mediasi metakognitif dan mediasi kognitif. Mediasi metakognitif adalah
penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan regulasi diri,
meliputi self planning, self-monitoring, self-checking, dan self-evaluating.
Sedangkan mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau
subject-domain problem serta berkaitan pula dengan konsep spontan (yang bisa
salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
Aplikasi Teori
Sosio-Kultural
Aplikasi
teori sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori sosio-kultural dalam
pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:
1. Pendidikan
informal (keluarga)
Pendidikan anak
dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama kali melihat, memahami,
mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu
perkembangan prilaku masing-masing anak akan berbeda manakala berasal dari
keluarga yang berbeda, karena faktor yang mempengaruhi perkembangan anak dalam
keluarga beragam, misalnya: tingkat pendidikan orang tua, faktor ekonomi
keluarga, keharmonisan dalam keluarga dan sebagainya.
2. Pendidikan
nonformal
Pendidikan nonformal
yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk memberikan pengetahuan,
ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya kursus membatik. Pendidikan ini
diberikan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang berkembang di lingkungan
sosial masyarakatnya.
3. Pendidikan
formal
Aplikasi teori
sosio-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa segi antara
lain:
a)
Kurikulum.
Khususnya untuk
pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum pendidikan sesuai Peraturan
Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan Menteri nomor
23 tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri nomor 22 tahun
2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, jelas bahwa pendidikan di
Indonesia memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada anak
untuk mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat
internasional melalui beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan, di
antaranya: pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan sosial, muatan lokal,
kesenian, dan olah raga.
b)
Siswa
Dalam pembelajaran
KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung ataupun melalui rekaman. Oleh
sebab itu pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap bukan sesuatu yang verbal
tetapi anak mengalami pembelajaran secara langsung.Selain itu pembelajaran
memberikan kebebasan anak untuk berkembang sesuai bakat, minat, dan
lingkungannya pencapaiannya sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan.
c)
Guru
Guru bukanlah
narasumber segala-galanya, tetapi dalam pembelajaran lebih berperanan sebagai
fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer pembelajaran dan tutor.
Masih banyak peran yang lain, oleh karenanya dalam pembelajaran ini peran aktif
siswa sangat diharapkan, sedangkan guru membantu perilaku siswa yang belum
muncul secara mandiri dalam bentuk pengayaan, remedial pembelajaran.
Kelebihan dan
Kekurangan Teori Sosio-Kultural
Kelebihan
1. Anak
memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan
proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang
2. Pembelajaran
perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat
perkembangan aktualnya
3. Pembelajaran
lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan
intermentalnya daripada kemampuan intramental
4. Anak
diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang
telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk
tugas-tugas atau pemecahan masalah
5. Proses
belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan
kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara
bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Kekurangan
Teori
sosio-kultural yaitu terbatas pada perilaku yang tampak, proses-proses belajar
yang kurang tampak seperti pembentukan konsep, belajar dari berbagai sumber
belajar, pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati secara langsung
oleh karena itu diteliti oleh para teoriwan perilaku.
Bagi Anda yang mengcopy atau mendownload baca SUMBER.
===========================
Tidak ada komentar
Posting Komentar